BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Undang – Undang No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
Pasal 1 ayat 2 Lanjut Usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Penuaan penduduk merupakan
kemenangan dan tantangan (Gro Harlem Brundtland, WHO 1999). Kemenangan
merupakan indikasi dari suksesnya sebuah negara mengaplikasikan kebijakan
dibidang kesehatan, pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial, disisi lain
tantangannya adalah kebijakan dibidang perawatan kesehatan, munculnya masalah –
masalah dibidang sosial, ekonomi, pemberdayaan dan pendayagunaan lansia. Seiring berjalannya waktu penduduk di berbagai
belahan dunia mengalami penuaan dengan cepat karena memang penuaan tidak bisa
dihindari. Keinginan semua orang adalah bagaimana agar tetap
tegar dan bahagia
dalam menjalani hari tua yang berkualitas dan penuh makna. Penuaan penduduk / jumlah Lanjut
Usia (Lansia) dunia terus meningkat
jumlahnya dari waktu kewaktu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah
penduduk lansia (60 th) keatas sebanyak 600 juta orang diperkirakan tahun 2025
jumlahnya mencapai 1,2 milyar dan tahun 2050 menjadi 2 milyar. Diperkirakan
jumah lansia tahun 2050 lebih banyak dibandingkan dengan anak usia 0-14 tahun.
Lansia kebanyakan bermukim dinegara-negara sedang berkembang dengan komposisi
sbb: tahun 2002 berjumlah 400 juta orang (61%) dari lansia dunia, meningkat
menjadi 840 juta orang tahun 2025 atau 70 % dari lansia dunia dan akhirnya
tahun 2050 diperkirakan sudah mencapai 1, 6 milyar orang (80%) dari lansia
dunia. Separuh lansia hidup di Asia secara berurutan ada di Cina, India, Jepang
dan Indonesia (Undesa, 2006). Jumlah
lansia di Indonesia juga terus meningkat tercermin dari usia harapan hidup
(UHH) yang terus meningkat yang mengindikasinya keberhasilan kebijakan
pembangunan di bidang kesehatan. Perbaikan kondisi perekonomian masyarakat juga
ikut berperan dalam menunjang usia harapan hidup (UHH) karena kemampuan
sebagian penduduk untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya. Tabel berikut berisi tentang UHH, jumlah dan
% lansia dari waktu kewaktu:
Tabel 1: lansia
di Indonesia
Tahun
|
UHH
|
Jumlah
|
%
|
1980
|
52,2
|
7.988.543
|
5,45
|
1990
|
54,8
|
11.227,557
|
6,29
|
2000
|
64,5
|
14.439.907
|
7,18
|
2010
|
67,4
|
23.992.552
|
9,77
|
2020 *
|
70,2
|
28.882.879
|
11,37
|
Sumber :
Proyeksi Provinsi Penduduk Kalimantan Tengah 2010 – 2020 (BPS)
Dari tabel diatas
nampak bahwa UHH terus
meningkat sebagai cermin
dari keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan, semakin tinggi
UHH menggambarkan kesehatan
masyarakat semakin baik dan itu berarti semakin sukses pembangunan bidang
kesehatan. Sebaliknya, pembangunan bidang kesehatan yang kurang berhasil
berdampak pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat sehingga UHH juga rendah. Peningkatan UHH menyebabkan banyak
penduduk yang bisa mencapai usia tua termasuk dalam kategori penduduk lansia,
sehingga banyak yang memprediksikan bahwa beberapa tahun ke depan terjadi booming lansia.
Provinsi Kalimantan Tengah juga mengalami peningkatan jumlah
lansia dari waktu ke waktu seperti tercermin dalam tabel berikut ini:
Tabel
2. Jumlah dan Persentase Penduduk Lansia
Kalimantan Tengah
2010 – 2013 (ribuan jiwa)
Tahun
|
Jumlah Penduduk
|
Jumlah Penduduk Lansia
|
Persentase Lansia
|
2010
|
2.220,8
|
103,1
|
4,64
|
2011
|
2.275,1
|
107,1
|
4,71
|
2012
|
2.329,8
|
111,7
|
4,79
|
2013
|
2.384
|
116,9
|
4,90
|
Sumber : Proyeksi Provinsi Penduduk Kalimantan
Tengah 2010 – 2020 (BPS)
Secara
persentase jumlah lansia lebih rendah dibandingkan dengan rata rata lansia
Indonesia sesuai hasil SP 2010 yaitu 4, 64 %
Kalimantan Tengah dan 9,77% Indonesia. UHH di Kalimantan Tengah hasil SP
2010 mencapai 71,5 tahun sedangan Indonesia mencapai 67,4 ditahun yang sama.
Peningkatan proporsi
penduduk Lanjut usia ini akan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam
kebijakan pemerintah untuk memberikan pembinaan terhadap lansia. Terlebih lagi
masalah yang sering dialami lansia adalah masalah kesehatan baik itu kesehatan
secara fisik atau mental karena para lansia rawan mengalami kecemasan yang
berlebih dan depresi. Oleh karena itu diperlukan
peran
serta Pemerintah dalam memberikan
kebijakan untuk pembinaan para lansia. Lansia seakan – akan sekarang ini sedang
booming dan menjadi tren di Kalimantan Tengah khususnya di Palangka Raya.
Palangka
Raya merupakan ibu kota dari Provinsi Kalimantan Tengah. Di Palangka Raya
Lansia sudah menjadi topik
pembicaraan mengingat Palangka Raya memiliki angka harapan hidup tertinggi dari
seluruh kabupaten Kalimantan Tengah yaitu 73,61 tahun berdasarkan sensus
penduduk tahun 2010. Pemerintah Kalimantan
mendirikan Panti Sosial Tresna Werdha “Sinta Rangkang” di Jalan Pariwisata No. 174 Kelurahan Banturung Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya.
Menjadi lansia adalah proses alamiah
yang ditandai dengan kemunduran fisik maupun psikologis. Lansia yang sehat
dapat tetap produktif dan mandiri sampai usia yang sangat tua, sedangkan lansia
yang tidak sehat secara fisik dan psikologis akan cepat menjadi tanggungan
anak-anaknya dan bahkan akan menjadi tanggungan negara. Menurut Undang –
Undang No. 13 Tahun 1998 Lansia secara fisik dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu:
1. Lansia
Potensial yaitu
seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas tetapi masih memiliki kemampuan
fisik, intelektual, dan emosional serta sosial yang dapat didayagunakan untuk
mampu memenuhi kemampuan hidupnya.
2. Lansia
yang tidak potensial
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas tetapi memiliki keterbatasan
kemampuan fisik, intelektual, dan emosional serta sosial yang dapat mengganggu
interaksi sosialnya dan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain.
Lanjut usia diharapkan mampu
beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan. Bila dulu
orang tua memberikan nasehat serta bimbingan kepada orang lain, sekarang mereka
justru dirawat oleh orang lain. Karena tidak lagi
memainkan peran yang berarti,
orang lanjut usia merasa bahwa diri lebih merupakan tanggungan dan bukan aset
sosial. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan-perpisahan orang yang dicintai.
Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (McGhie, 1996).
Perubahan –
perubahan peran lansia dalam keluarga juga terkadang membuat mereka merasa
tersisihkan, dan merasa cemas secara berlebihan. Belum lagi lansia yang masih
memiliki keluarga namun dititipkan pada Panti Werdha dan tidak bisa bertemu
dengan sanak keluarganya karena alasan jauh, kesibukan keluarga itu sendiri,
tidak bisa ditemui, pindah alamat dan lain-lain. Hal tersebut dapat membuat lansia semakin merasa tersisihkan dan
terlantarkan itu akan berdampak negatif pada kesehatan mereka baik secara fisik
maupun mental dan dikhawatirkan bisa membuat mereka depresi.
Dalam buku ”Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan Pribadi dari bayi
sampai lanjut usia” (2001), aspek emosional yang terganggu, kecemasan, apalagi
stres berat secara tidak langsung dapat mengganggu kesehatan fisik yang akan
berakibat buruk terhadap stabilitas emosi. Pada lanjut usia permasalahan
psikologis terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar
masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak
dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang
tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan
perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia (Gunarsa, 2006).
Seringkali kita dapatkan perasaan tak berguna yang menghinggapi orang - orang lanjut
usia, perasaan cemas, gelisah, takut yang akan mempengaruhi kondisi
jasmaniahnya. Mungkin karena para lanjut usia penghuni panti pada umumnya
mendambakan perhatian. Sebagian besar dari mereka merasa dibuang, dilupakan,
dicampakkan bahkan oleh anak-anaknya sendiri. Mereka
merasa tdak lagi berharga. Problem psikologi yang dialami lansia adalah kecemasan
dan ketakutan yang menyebabkan lansia menjadi penakut, mudah tersinggung dan
semacamnya (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999).
Perasaan
cemas karena ditinggalkan keluarga pastinya akan mengganggu mental mereka.
Namun, bukan hanya karena keluarga yang tidak peduli ataupun diperhatikan anak
– anaknya yang menyebabkan gangguan terhadap mental lansia, namun ditinggal
pasangan karena meninggal juga dapat membuat kesehatan lansia ini juga menurun
terutama mental dan tak jarang bisa mengakibatkan depresi. Hal tersebut di
sebabkan karena para lansia ini juga memerlukan kebutuhan seksualitas, aktifitas
seksualitas tetap merupakan kebutuhan
bagi lansia akan tetapi ada
berbagai
hambatan baik eksternal maupun internal menyebabkan kegiatan ini sering kali
tidak dilakukan oleh semua lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia
dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis, karena banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan
ketiadaan pasangan.
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seringkali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes militus, vaginitis, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat – obat tertentu. Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain : rasa tabu atau malu bila
mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, pasangan hidup telah
meninggal. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb (Utama,2009).
Seiring dengan fenomena yang ada maka
peneliti perlu untuk mengadakan penelitian mengenai apa
saja yang menjadi tren lansia sekarang ini,dengan mengetahui kondisi riil para lansia yang ditampung di
Panti Sosial Tresna Werda Sintang Rangkang dan profile penghuninya ditinjau dari
berbagai aspek seperti: Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tempat lahir dan
lain - lain.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat
yang melatar belakangi
Penelitian ini, maka rumusan masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini
adalah bagaimana profile
lansia yang menghuni Panti Sosial
Tresna Werdha Sinta Rangkang Kelurahan Banturung Palangka Raya?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi riil
para lansia yang ditampung di Panti Tresna Werda Sintang Rangkang dan profile
penghuninya ditinjau dari berbagai aspek seperti: Umur, Jenis Kelamin, Agama,
Tempat lahir dan lain
- lain.
1.4. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis untuk memperkaya kajian akademis
yang sudah ada sebelumnya dan manfaat praktis berupa penyajian data aktual yang
bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam program peningkatan pelayanan
lansia dimasa yang akan datang, secara rinci manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat teoritis
Memberikan
sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial tentang Fenomena
Lansia.
Sebagai
bahan pertimbangan dan pemikiran dalam mengembangkan model-model penelitian
lebih lanjut yang berhubungan dengan studi kasus Fenomena Lansia di masa-masa
yang akan datang.
1.4.2. Manfaat praktis
Memberikan pertimbangan dan rekomendasi
yang tepat bagi pemerintah daerah dalam memberikan binaan dan perhatian untuk
para Lansia terutama dalam pelayanan kesehatan.
Memberikan masukan yang berguna dalam
pengembangan program kerja pemerintah pusat dan daerah di bidang pemberdayaan
manusia dalam rangka pembinaan kesejahteraan sosial untuk para Lansia secara
terpadu dan berkesinambungan.
Bagi penulis bermanfaat sebagai
penerapan moral untuk kedepannya lebih peka dan peduli terhadap kehidupan
Lansia.
1.5. Metodelogi Penelitian
1.5.1.
Populasi dan Sampel
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif yang dikombinasikan dengan kuantitatif
berupa angka-angka dalam tabel yang berfungsi untuk memperkuat kajian penelitian sehingga menjadi lebih jelas dan
komprehensif. Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau
fenomena ynag unik dan komplek, sehingga data ditelusuri seluas mungkin dan
sedalam mungkin . Populasi dalam penelitian ini adalah Kantor panti dilengkapi
dengan sampel yang penting seperti
kepala kantor dan beberapa penghuni lansia sebagai informan kunci ( (Key Informan ). Agar pemilihan sampel yang kami lakukan sesuai
dengan kaidah ilmiah maka diacu pendapat Spradley JP, sbb:
a. Subyek sudah cukup lama dan intensif menyatu dengan
kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi informasi.
b. Subyek masih terlibat aktif pada lingkungan atau kegiatan
yang menjadi perhatian peneliti.
c. Subyek mempunyai cukup banyak waktu untuk diwawancarai
d. Subyek yang dalam pemberian informasi tidak cenderung
diolah atau dipersiapkan. (Spadley, JP. 1980).dalam penelitian ini yang menjadi
informan adalah para lansia dan pengelola panti.
1.5.2. Sumber Data
Data
utama yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder yang
dimiliki oleh panti ditambah wawancara dengan para lansia dan pengelola Panti. Untuk
melengkapi data tertulis yang dimiliki
panti maka dimanfaatkan media sosial
utamanya internet.
1.5.3. Tehnik Pengumpulan Data
Dokumentasi
merupakan data primer yang diperoleh dari tata usaha kantor pengelola panti
dilengkapi dengan observasi partisipatif dipakai untuk menjaring data tambahan
serta wawancara dengan pengelola maupun lansia penghuni panti. Untuk memperkaya
khasanah penelitian foto-foto yang
mendukung penelitian.
1.5.4. Tehnik Analisa Data
Data
sekunder yang terkumpul dari kantor pengelola
Panti dipilah sedemikian rupa kemudian dimasukkan dalam tabel silang
sesuai dengan keperluan. Tabel silang yang tersaji diberi penjelasan sesuai
konteknya dikaitkan dengan hasil- hasil penelitian yang sudah pernah
dilaksanakan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Teoritis
Dewasa ini telah terjadi
fenomena demografis diseluruh dunia termasuk Indonesia dengan ciri-ciri
bertambahnya usia harapan hidup, bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia,
bertambahnya persentase penduduk lanjut usia terhadap seluruh jumlah penduduk
dan semakin besarnya tingkat ketergantungan lansia terhadap penduduk usia
produktif. Fenomena lain yang muncul adalah jumlah lansia perempuan jauh lebih
besar dibandingkan dengan lansia laki-laki.
Fenomena ini akan terus berlangsung pada masa-masa yang akan datang.
Menurut perhitungan PBB
(2001) Pada tahun 2000 terdapat sekitar
600 juta lansia (60 tahun keatas), jumlah lansia diproyeksikan menjadi 1,2
milyar orang tahun 2025 dan jumlahnya meningkat lagi menjadi 2 milyar tahun 2050, disisi lain ada penelitian dari WHO menemukan
bahwa dewasa ini banyak penduduk dunia panjang umur tapi sakit-sakitan, oleh
karena itu perlu diajak peran serta seluruh masyarakat untuk membangun
kesehatan bersama pemerintah. Berkaitan dengan kesehatan The Macao Outcome
Decument (Unescap High Level Meeting Macao, 2007) menekankan pentingnya
perilaku hidup sehat sedini mungkin. Universitas Indonesia dan beberapa
Universitas lainnya menemukan bahwa bidang kajian yang dapat diterapkan untuk
memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah berbagai penyakit maupun kelainan pada
proses penuaan.
2.2. Pengertian
Lanjut Usia (Lansia)
Seiring berjalannya
waktu usia seseorang semakin bertambah tentunya akan terjadi penuaan pada
setiap orang. Menjadi tua merupakan proses yang alami seiring bertambahnya umur semua sistem
tubuh akan berubah dan mengalami penuaan. Seseorang yang sudah mencapai kurang
lebih 60 tahun keatas dapat dikatakan lanjut usia atau lansia. Menurut Undang –
Undang No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia Pasal 1 ayat 2 Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Sedangkan menurut Depkes RI. Tahun
2001yaitu:
“
Lanjut usia adalah seseorang laki – laki atau perempuan yang berusia 60 tahun
atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (Potensial) maupun karena
sesuatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak
potensial)”. (Depkes RI. 2001)
Menurut
Undang – Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 19 ayat 1 yaitu menjelaskan
tentang Manusia Lanjut Usia (Growing Old)
adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
sikap, perubahan akan memberikan pengaruh pada keseluruhan aspek kehidupan
termasuk kesehatan.
BKKBN
dalam Buku saku kegiatan KKN Mahasiswa Materi Bantu Penyuluhan Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga menjelaskan :
“Penduduk lanjut usia atau lansia
adalah penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Lansia dibedakan menjadi 3 yaitu
:
1. Lansia muda : usia 60 – 69 tahun.
2. Lansia menengah : usia 70 – 79
tahun.
3. Lansia tua : usia 80 keatas.
(BKKBN,2014 :171)
Sedangkan
menurut
Undang – Undang No. 13 Tahun 1998 Lansia secara fisik dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu:
1.
Lansia Potensial
yaitu seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas tetapi masih memiliki
kemampuan fisik, intelektual, dan emosional serta sosial yang dapat didayagunakan
untuk mampu memenuhi kemampuan hidupnya.
2.
Lansia yang tidak
potensial adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas tetapi
memiliki keterbatasan kemampuan fisik, intelektual, dan emosional serta sosial
yang dapat mengganggu interaksi sosialnya dan pemenuhan kebutuhan hidupnya
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.
Lansia merupakan kelompok penduduk yang
telah berusia 60 tahun keatas dan dalam usia itulah para lansia ini mengalami
perubahan baik secara fisik, biologis maupun psikologisnya. Sehingga para
lansia ini perlu mendapatkan pembinaan dan perhatian yang lebih, karena mereka
sangat mudah sekali terserang penyakit, cemas berlebih bahkan sampai depresi.
Para lansia ini akan mengalami kemunduran secara fisik dan psikologis karena
usianya yang semakin bertambah. Ada beberapa lansia yang masih tetap sehat
secara fisik dan memiliki kemampuan untuk bekerja akan menjadi lansia yang
mandiri sampai usia yang sangat tua dan ada juga beberapa lansia yang secara
fisik maupun psikologisnya tidak baik akan menjadi tanggungan dari anak –
anaknya ataupun cucu- cucunya.
2.3. Ciri – Ciri Lansia
Secara fisik lansia ini
akan mengalami perubahan karena penuaan mulai dari kulit mereka yang keriput,
fungsi – fungsi sistem tubuh juga sudah mulai tidak berfungsi dengan baik.
Menurut BKKBN dalam Buku
saku kegiatan KKN Mahasiswa Materi Bantu Penyuluhan Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga, salah satu ciri utama lansia adalah
mengalami kemunduran fisik dan psikologis karena proses penuaan. Menurut
Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,
yaitu :
- Usia lanjut merupakan periode
kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu
akan lama terjadi.
- Orang lanjut usia memiliki
status kelompok minoritas. Lansia memiliki status kelompok minoritas
karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise isu seperti : lansia lebih senang
mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
- Menua membutuhkan perubahan
peran. Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
- Penyesuaian yang buruk pada
lansia. Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
Ciri utama
lansia pastinya akan mengalami proses penuaan dan kemunduran lansia, penuaan
itu sendiri merupakan proses perubahan menjadi tua baik pada fisik maupun
psikologis. Seperti yang dijelaskan BKKBN
dalam Buku saku kegiatan KKN Mahasiswa Materi Bantu Penyuluhan Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga :
“Penuaan
adalah proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah, terus menerus dan
berkesinambungan. Proses ini menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis pada
tubuh dan pada kemampuan tubuh secara keseluruhan. Bersamaan dengan
bertambahnya usia, secara pelan – pelan juga beberapa fungsi biologis akan
mengalami kemunduran. Sedangkan kemunduran lansia adalah gangguan fisik dan
psikologis pada lansia karena faktor usia. Secara umum kondisi fisik lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda, misalnya tenaga berkurang, enerji
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,
penglihatan, dan pendengaran berkurang.” (BKKBN,2014)
Semua lansia pastinya akan mengalami
perubahan-perubahan pada fisik ataupun psikologisnya bahkan secara biologis
untuk hasrat seksualnya pun para lansia akan mengalami perubahan. Adapun
perubahan – perubahan yang dialami lansia yang merupakan ciri – ciri lansia
seperti berikut ini :
Para lansia ini akan mengalami masalah pada
pernapasan dan jantung mereka hal ini disebabkan sistem pernapasan dan jantung
lansia akan mengalami penurunan. Karena itu saat kita memasuki usia lanjut maka
di sarankan untuk melakukan pelatihan – pelatihan pernapasan yang benar agar
fungsi paru – paru dapat diperbaiki.
Lansia akan lebih sensitif lagi terhadap perubahan
suhu apalagi untuk dingin ketahanan tubuh
mereka akan berkurang, bukan hanya itu penglihatan lansia ini juga akan
terganggu karena penglihatan mereka mulai mengabur dan tidak jelas, pendengaran
pun akan berkurang sehingga mereka tidak bisa mendengar dengan jelas, penciuman
mereka juga akan berkurang karena terjadi pengecilan terhadap syaraf pencium.
Lansia akan mengalami penurunan kemampuan fungsi
otak sehingga daya ingat menjadi lemah, bahkan lansia ini akan mengalami gejala
pikun.
Lansia juga akan mengalami kerontontokan gigi karena
mengalami keroposan gigi dan juga untuk syaraf pengecap juga mulai melemah
terutama untuk rasa manis, asin, asam dan pahit. Oleh karena itu para lansia
ini akan lebih sensitif dan selalu cerewet dalam pilih – pilih makanan.
Secara fisik lansia ini mengalami kerentanan pada
tulang dan kekuatan otot mereka, sehingga lansia ini akan lebih cepat merasa
capek, letih, lemah dan daya tahan tubuh menurun belum lagi karena kerentanan
tulang mereka sehingga akan mengalami kehilangan keseimbangan dalam berdiri
ataupun berjalan dikhawatirkan jika mereka jatuh lansia akan rentan untuk patah
tulang.
Sistem kekebalan tubuh lansia ini akan mengalami
penurunan diakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh memproduksi antibodi pada
masa lansia sehingga lansia rentan terhadap berbagai virus dan penyakit.
Lansia juga akan mengalami perubahan fisik karena
kemunduran lansia menyebabkan kulit para lansia ini akan keriput, rambut mulai
rontok dan memutih.
Lansia akan mengalami penurunan pada lambung, rasa
lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun dan Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
Lansia juga akan mengalami perubahan
pada sistem reprduksi mereka seperti selaput
lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atropi payudara,
testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur
berangsur, dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik.
2.4. Proses Menua
Proses
menua merupakan proses alamiah yang terus menerus akan terjadi seiring dengan
bertambahnya usia. Menurut Constantindes (1994) dalam
Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita.
Berbagai
teori tentang proses menua telah dibahas, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-warsonog2a-5523-3-babii.pdf)
:
1. Teori
biologis
a.
Teori radikal bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang
merupakan bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan
ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah
bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada
dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berikatan dengan
organ sel. Proses metabolisme oksigen diperkirakan
menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara spesifik, oksidasi lemak, protein, dan
karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan
merupakan sumber eksternal radikal bebas (Potter &Perry, 2005).
b.
Teori cross – link
Teori cross – link ikat menyatakan bahwa molekul
kolagen dan elastis, komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan rigiditas sel, cross – linkage diperkirakan akibat reaksi kimia
yang menimbulkan senyawa antara molekul – molekul yang normal terpisah. Kulit
yang menua merupakan contoh cross – linkage jaringan ikat terikat usia meliputi
penurunan kekuatan daya rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon
kering dan berserat (Potter & Perry, 2005).
c.
Teori imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan
menyebabkan serangan pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau
imonodefisiensi (penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun menyerang dan
menghancurkan jaringan sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap.
Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri,
virus, dan jamur melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap
serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi system imun
ini diperkirakn menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti
kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter &
Perry, 2005).
2. Teori
psikologis
a.
Teori disengangement (pembebasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari
peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan
berfokus diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu : (i) invidu yang
menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri, (ii) disengangement
adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara biologis dan psikologis,
(iii) disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan, (iv) disengangement
bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
b.
Teori aktifitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih
besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta
kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang terlibat
secara sosial (Potter & Perry, 2005). Mempertahankan hubungan antara system
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
(Nugroho, 2000). Menurut Mubarak dkk (2006), bahwa sangat penting bagi individu
lanjut usia untuk tetap aktivitas dan mencapai kepuasan hidup.
c.
Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan
bahwa kepribadian tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi
seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang
kehidupan menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lanjut usia
(Potter & Perry, 2005).
Inti dari teori – teori tersebut
pada dasarnya mengenai faktor genentik, fisik, psikologis, faktor lingkungan
dan kenyataan bahwa setiap orang akan mengalami perubahan – perubahan tersebut
seiring dengan berjalannya waktu. Seperti penjelasan Komisi Nasional Lanjut
Usia pada tahun 2008 yaitu selalu ada unsur peran genetik, peran lingkungan
(polusi, radiasi), POLA HIDUP SEHAT dan GAYA HIDUP, yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan. Dan proses itu disebut proses menua.
Hasil teori – teori diatas dapat
terlihat jelas bahwa proses penuaan yang terjadi akan mempengaruhi perubahan
dalam dirinya sendiri seiring berjalannya waktu dan tentunya akan mengakibatkan
juga penurunan terhadap fungsi tubuh, namun pada dasarnya penurunan fungsi
tubuh itu tidak membuat kita jatuh sakit jika kita bisa menjaga kesehatan,
menerapkan pola hidup sehat, sehat jasmani dan rohaninya, lahir dan batin
secara psikolog tidak mudah stress dan depresi. Namun kenyataan pada saat ini
kebanyakan lansia tidak menerapkan itu baik saat mudanya ataupun saat tuanya
jika tidak menjaga kesehatan sedari muda saat mulai proses penuaan penyakit –
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya akan menyerang tubuh karena daya tahan
tubuh menurun. Sehingga sangat disarankan untuk para lansia bisa menjalani pola
hidup sehat, pola makan sehat, olahraga yang teratur, perbanyak istirahat, dan
memiliki kejiwaan yang harmonis.
2.5. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Seiring berjalannya
waktu seiring berlangsungnya proses penuaan maka perubahan – perubahan akan
terjadi pada lansia. Suatu proses yang
tidak dapat dihindari yang
berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan
anatomis, fisiologis dan dan biokemis.
Pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan
badan secara keseluruhan (Depkes RI, 1998). Menurut
Setiabudhi (1999)
.Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
Perubahan dari aspek biologis
a. Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi
lansia yaitu adanya perubahan genetika yang
mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan metabolisme Nucleic acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadi ikatan DNA
dengan protein stabil yang
mengakibatkan gangguan genetika,
gangguan kegiatan enzim
dan system pembuatan enzim, menurunnya
proporsi
protein diotak, otot, ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenkim serta adanya penambahan lipofi sin.
1) Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah
sel menurun dan fungsi
digantikan sel yang
tersisa, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitopalsma
menurun, terjadinya perubahan jumlah dan stuktur mitokondria, degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya butir Nissil, penggumpalan
kromatin, dan penambahan
lipofisin, terjadi vakuolisasi protoplasma,
2) Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah t erjadi trofi yang berkurang 5 sampai 10% yang
ukurannya kecil terutama dibagian
prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron berkurang
dan tidak dapat diganti dengan
yang baru, terjadi
pengurangan neurotransmitter, terbentuknya
struktur abnormal diotak dan akumulasi
pigmen organik mineral( lipofuscin, amyloid,
plaque,
neurofibrillary tangle),
adanya
perubahan
biologis lainnya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indra telinga, mata, gangguan kardiovaskuler, gangguan kelenjar tiroid, dan kortiko steroid.
3) Perubahan jaringan yaitu
terjadinya penurunan sitoplasma protein,
peningkatan metaplastik protein seperti kolagen dan elastin.
b. Perubahan Fisiologis.
Pada dasarnya perubahan fisiologis
yang terjadi pada aktivitas
seksual pada usia lanjut biasanya
berlangsung secara bertahap
dan menunjukkan status
dasar dari aspek vaskuler,
hormonal dan neurologiknya(Alexander &
Allison, 1989 dalam Darmojo, 2004). Untuk suatu pasangan suami-istri, bila
semasa usia dewasa dan pertengahan aktivitas
seksual mereka normal, akan kecil sekali
kemungkinan mereka akan mendapatkan masalah
dalam hubungan seksualnya. Kaplan dalam Darmojo
(2004) membagi
siklus
seksual
dalam
beberapa tahap, yaitu fase desire (hasrat) dimana organ targetnya adalah
otak. Fase ke-2
adalah fase arousal (pembangkitan/ penggairahan)dengan organ targetnya adalah sistem
vaskuler dan fase ke-3 atau fase
orgasmic dengan
organ target medulla spinalis dan otot dasar perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase berikutnya yaitu fase orgasmik merupakan
fase relaksasi dari semua organ target tersebut.
c. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada
lansia sejalan dengan
perubahan secara
fisiologis. Masalah psikologis
ini pertama kali mengenai sikap lansia
terhadap kemunduran fisiknya
(disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat
dan dari diri pribadinya satu sama
lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang
lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak
dan berfikir menurun(Santrock, 2002).
d. Perubahan sosial
Umumnya lansia
banyak yang melepaskan partisipasi sosial
mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan
dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.
Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial
yang banyak pada lansia juga mempengaruhi
baik buruknya
kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002).
e. Perubahan kehidupan
keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh
kurang memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban
terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan
yang memuaskan sampai lansia tersebut
berusia 50 sampai 55 tahun (Darmojo,
2004).Orang tua usia lanjut yang
perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang
tergantung pada anaknya dan
sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia
sudah
tidak
memiliki kemampuan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya
pun
tidak
semua dapat menerima
permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi. Perubahan-perubahan tersebut
pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang
akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar