Pendahuluan
Remaja
Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan social yang sangat pesat dari
masyarakat tradisional
menuju masyarakat modern yang juga berimplikasi terhadap terjadinya pergeseran
norma dan nilai serta gaya hidup mereka (Adioetomo dan Sulistinah). Dahulu
remaja diproteksi secara ketat oleh system dalam keluarga, adat-sitiadat,
budaya dan nilai-nilai tradisonal yang
ada di masyarakat secara perlahan dan pasti mengalami erosi yang disebabkan
oleh gencarnya arus urbanisasi dan industrialisasi. Revolusi teknologi di
bidang komunikasi/media semakin membuka cakrawala dunia yang berdampak pada
semakin terbukanya keragaman gaya hidup dan informasi termasuk informasi yang
tidak bertanggungjawab merasuk kaum remaja tanpa filter. Sebagai konsekuensi
logis dari kondisi tersebut berakibat pada semakin meningkatnya kerentanan
remaja terhadap berbagai macam patologi sosial seperti pelecehan seksual hingga
perkosaan, terlibat narkoba yang berujung free sex dan gonta-ganti pasangan
hingga berakibat KTD dan aborsi tidak aman (unwanted pregnancy) serta penyakit
yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan seksual (IMS) termasuk ancaman
terhadap HIV-AIDS.
Remaja
Ada yang mengatakan
bahwa usia remaja adalah usia yang paling menghebohkan dibanding usia-usia
lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa masa remaja sebagai masa
pemberontakan, masa pancaroba, masa pubertas dan banyak sebutan lainnya. Tidak
sedikit orang tua yang khawatir saat anaknya memasuki usia remaja. Seolah citra
yang melekat pada remaja ini adalah keras kepala, tidak mau diatur, dan susah
diajak bicara. Tapi ada juga yang bilang kalau justru masa remaja inilah
masa-masa produktif.
Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera
yang dimilikinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/)
Pengetahuan tersebut yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu:
(1)
Tahu (know), di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
(2)
Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang di ketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar
(3)
Aplikasi
(aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di
pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
(4)
Analisis
(analysis), adalah suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi, kemampuan analisis ini dapat dilihat
dan penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan dan
sebagainya.
(5)
Sintesis ( synthesis), adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dan formulasi yang ada.
(6)
Evaluasi
(evaluation), berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek, penilaian di dasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang sudah ada.
Sikap
Sikap adalah respon
individu terhadap suatu atau semua objek dan situasi yang tengah dihadapi oleh
individu itu sendiri yang menghasilkan tindakan atas dasar dari respon tersebut.
Sikap kita senantiasa dipengaruhi oleh orang lain. Sikap kita saat ini bukanlah
bawaan dari lahir. Sikap terbentuk dari hasil seseorang berinteraksi dengan
yang lainnya dan proses belajar yang panjang. Selama interaksi dan pembelajaran
masih berlangsung maka sikap juga akan bisa berubah setiap saat sesuai dengan
interaksi dan belajar yang dilakukan Proses Perubahan Sikap (http://www.slideshare.net/atone_lotus/).
Perilaku
Perilaku adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Menurut Skinner, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar
(Notoatmodjo, 2003 dalam http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/konsep-perilaku-manusia.html)
Kesehatan
Reproduksi
Kesehatan
reproduksi atau dalam bahasa Inggris “reproductive health” adalah keadaan yang
menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan social kita dihubungkan dengan
fungsi dan proses reproduksinya. Pada diri kita tidak ada penyakit atau kelainan
yang membpengaruhi proses dan fumgsi reproduksi (PKBI, Kesehatan Reproduksi
untuk Remaja Islam, 2007)
Kita dikatakan memiliki
reproduksi yang sehat bila:
(1) Mampu menjaga organ-organ reproduksi dari berbagai perilaku yang tidak
sehat dan tidak bertanggung jawab.
(2) Mampu mempunyai anak/keturunan yang sehat.
(3) Mampu mengendalikan diri baik secara fisik, mental dan sosial untuk tidak
melakukan hubungan seks sebelum dewasa, sebelum nikah dan di luar nikah.
(4) Mampu menjalankan kehidupan seksual yang sehat dengan pasangan yang sah.
(5) Tidak menulari atau tertular penyakit kelamin (infeksi menular seksual).
(6) Tidak memaksa atau dipaksa oleh pasangan kita, apalagi oleh orang lain.
(7) Bisa memperoleh informasi dan pelayanan reproduksi yang kita butuhkan.
(8) Keputusan apapun yang kita ambil seputar masalah reproduksi kita bisa
dipertanggungjawabkan.
Seksualitas
dan Seks
Seksualitas berasal
dari kata seks yang diambil dari bahasa Inggris yakni “sex” berarti jenis kelamin. Sementara seks itu sendiri mempunyai
banyak pengertian antara lain adalah jenis kelamin, reproduksi seksual, organ
seks, rangsangan/gairah seksual, dan hubungan seks. Sementara yang dimaksud
dengan seksualitas adalah “semua yang berhubungan dengan manusia sebagai
makhluk seksual”, ia melibatkan emosi, kepribadian, sikap dan lain-lain (BKKBN,
2004). Karena itu seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas di
antaranya adalah dimensi bilogis, psikologis, social dan cultural
Resiko yang Dihadapi Remaja
Masa pubertas pada remaja yang diiringi perubahan fisik (terutama alat
reproduksi), psikis (terutama emosi) dan sosial (terutama perasaan tertarik
dengan lawan jenis) dapat menimbulkan risiko yang berakibat buruk bagi remaja.
Adapun resiko yang kemungkinan dihadapi oleh remaja tersebut antara lain
adalah: (1) masalah pornografi, (2) tekanan sebaya (peer preasure), (3)
narkoba, (4) pacaran, (5) kehamilan tidak diinginkan (KTD), (6) infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/AIDS (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia dan
Pemerintah Jepang, 2004).
Perilaku Seks
Menurut Simkins
(1984), dalam Sarwono (2010), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari membaca
buku porno, nonton film porno, perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri (Murti, 2008). Perilaku seksual dapat didefinisikan
sebagai “interaksi antara perilaku prokreatif dengan situasi fisik serta sosial
yang melingkunginya”. (Mohammad, 1998 dalam http://houseoflunaphi. blogspot.com/ search/label/),
Perilaku
seksual meliputi 4 tahap (Kinsey (1965) dalam Murti, 2008) yaitu: (1)
bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan,
(2) berciuman (kissing), mulai dari ciuman singkat hingga berciuman
bibir dengan mempermainkan lidah (deep kissing), (3) bercumbuan (petting),
menyentuh bagian-bagian yang sensitif dari tubuh pasangannya dan mengarah pada
pembangkitan gairah seksual, (4) berhubungan kelamin (sexual intercouse).
Perilaku Berisiko
Perilaku berisiko merupakan segala perilaku
seksual dan non-seksual yang menimbulkan risiko dan memungkinkan terjadinya
penularan IMS, HIV dan AIDS di antaranya adalah berhubungan seks setelah menggunakan narkoba, memiliki banyak pasangan
seksual, berhubungan
seks dengan orang “baik-baik” tanpa kondom, mulut ke penis (seks oral), mulut ke alat kelamin vagina (seks oral), penis masuk ke anus (seks anal), menggunakan kondom dengan istri
atau pasangan tetapi tidak dengan yang lain, menggunakan kondom dengan yang
lain tetapi tidak dengan istri atau pasangan, berhubungan seks dengan penjaja
seks komersial tanpa kondom, mentatto
tubuh, mendonorkan darah, bergantian jarum pada kelompok pecandu NAPZA suntik
(penasun).
(Depkes, 2009)
Proteksi
terhadap IMS dan HIV
Mengapa IMS perlu
dihindari, karena jika tidak beberapa factor akan muncul yang sangat
berpengaruh pada penderita antara lain munculnya: (1) dampak fisik maupun
psikologis yang besar, (2) tidak bahagia (hubungan tidak harmonis), (3) IMS
yang tidak diobati dapat menyebabkan kemandulan dan masalah lain terkait dengan
kehamilan, kelahiran dan bayi, (4) beban sakit yang dipanggul perempuan (kerentanan
sosial dan biologis), (5) menyebabkan sakit pelvic kronis pada perempuan, (6)
IMS meningkatkan transmisi HIV.
Keterkaitan IMS
dengan HIV sangat erat karena: (1) perilaku sama bisa menularkan IMS dan HIV,
(2) mereka yang menderita IMS lebih berisiko terinfeksi HIV (borok/bisul 40 kali & cairan 10 kali) dari pasangan
yang positif HIV, (3) mereka yang mengidap HIV & IMS lebih cenderung
menularkan HIV ke pasangan yang negative, (4) kalau seseorang mengidap IMS maka dia berisiko
untuk mendapatkan HIV lebih besar sebesar 3 – 10 kali (risiko biasa sebesar
1:1000, namun dengan IMS kemungkinanya adalah 1:10).
Lima cara pokok
untuk mencegah penularan IMS dan HIV yakni dikenal dengan istilah A, B, C, D,
E, yaitu: A: Abstinence (absen seks sangat berhasil mencegah IMS dan HIV), B: Be Faithfull (setia dengan pasangan), C: Condom (gunakan kondom secara benar dan
konsisten), D: No Drugs (jauhi
narkoba terutama narkoba suntik), E: Education (pendidikan kespro dan seksual)
(BKKBN, 2004: 66). Di samping itu cara pencegahan lain yang tidak kalah
pentingnya terutama bagi mereka yang berperilaku berisiko adalah memeriksakan
atau penapisan IMS dan periksa sampel darah untuk mengetahui HIV melalui
voluntary counseling and testing (VCT) secara rutin dan berkala.
Kaitan Pendidikan/Pengetahun,
Sikap, dan Perilaku
Faktor pendidikan, pengetahuan yang
didapat seseorang dari belajar dan pengalaman akan menentukan sikap (attitude) seseorang. Sikap dapat mengalami perubahan
sebagai akibat dari pengalaman. Sikap seseorang juga dapat berubah akibat
bujukan (pengaruh lingkungan), hal ini bisa terlihat saat iklan atau kampanye
mempengaruhi seseorang. Sementara perilaku merupakan ejawantah dari pengetahuan
dan sikap yang telah dimiliki seseorang yang diekspresikan dalam bentuk
tindakan.
Kesimpulan
*
Tingkat pengetahuan remaja tentang Kespro/Seksual termasuk IMS &
HIV-AIDS sebagian besar berada pada level “sedang” (85%), sedangkan yang berada
pada level “tinggi” (7%) dan level “rendah” (8%).
*
Beberapa penyebab belum maksimalnya tingkat pengetahuan
remaja tentang Kespro/Seksual termasuk IMS & HIV-AIDS tersebut antara lain
dipengaruhi oleh: (1) tingkat pendidikan remaja, (2) beberapa indikator
pengetahuan masih rancu di kalangan remaja khususnya tentang “mitos”
kespro/seksual, dan minimnya pengetahuan tentang HIV-AIDS.
*
Rendahnya pengetahuan remaja tentang kespro/seksual
termasuk IMS dan HIV-AIDS berakibat pada sikap yang keliru terhadap
kespro/seksual khususnya menyangkut HIV-AIDS yang memunculkan masih kentalnya
“stigma” dan diskriminasi terhadap Odha di kalangan remaja.
*
Karena itu hasil survei menunjukkan sikap remaja tentang kespro/seksual
termasuk IMS & HIV-AIDS sebagian besar berada pada level “sedang” (61%),
menyusul level “rendah” (34%) dan level “tinggi” (5%).
*
Perilaku berisiko seksual remaja ternyata hanya sedikit
pengaruhnya dari tingkat pendidikan remaja, namun lebih banyak ditentukan oleh
faktor tingkat pengetahuan remaja tentang kesepro/seksual termasuk IMS dan
HIV-AIDS.
*
Terbukti hanya sedikit remaja dengan tingkat pengetahuan
pada level “tinggi” melakukan hubungan seks pra-nikah, sementara tingkat
pengetahuan pada level “sedang” justru mendominasi para remaja sebagai seksual
aktif.
*
Demikian pula dengan sikap, ternyata cukup berpengaruh terhadap perilaku
seksual berisiko pada remaja. Sangat kecil proporsi remaja dengan sikap pada
level “tinggi” terhadap kespro/seksual termasuk IMS & HIV-AIDS yang telah
melakukan hubungan seksual pra-nikah, namun mereka justru lebih banyak berada
pada level sikap “sedang”.
*
Perilaku seksual sebanarnya tidak
dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pendidikan, pengetahuan yang
dimiliki, dan sikap yang ada. Artinya bahwa perilaku
seksual remaja tidak tergantung pada tingkat pendidikan mereka, pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual mereka, maupun sikap terhadap kesehatan
reproduksi dan seksual mereka. Jadi dengan kata lain ada variabel lain yang
harus dicari yang berpengaruh pada perilaku seksual remaja.
*
Namun demikian bahwa variabel pendidikan memiliki hubungan secara
linier dengan perilaku seksual remaja.
*
Pendidikan mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap upaya proteksi diri dari IMS dan HIV-AIDS
dalam melakukan hubungan seks. Bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin besar pula kesadaran diri untuk melakukan proteksi dalam
melakukan hubungan seks. Proteksi ini diartikan dalam bentuk penggunaan kondom,
memeriksakan diri terhadap kecurigaan gejala awal IMS dan HIV.
*
Sedangkan pengetahuan dan
sikap tidak memiliki korelasi yang berarti dalam upaya proteksi diri terhadap
IMS dan HIV dalam melakukan hubungan seks.
Rekomendasi
*
Perlu meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar sektor
terkait, LSM, dan lebaga lainnya dalam upaya meningkatkan pengetahuan remaja
tentang kespro/seksual khususnya IMS dan HIV-AIDS karena pada tahun 2015 sesuai
tujuan MDGs paling tidak 90% remaja sudah memiliki “pengetahuan komprehensif
HIV-AIDS”.
*
Pemberian pengetahuan HIV-AIDS ke depan lebih ditekankan pada
masalah “fakta” untuk menangkal “mitos”
kespro/seksual dan upaya menghapus “stigma” serta “diskriminasi” terhadap ODHA.
*
Lembaga pendidikan terutama sekolah formal paling strategis dalam upaya
pemberian informasi tentang muatan kespro/seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS
dengan “pendekatan integrated” dari beberpa mata pelajaran melalui guru-guru
yang sudah dilatih, dan melalui kelompok remaja peduli masalah Kespro/Seksual
termasuk IMS dan HIV-AIDS seperti PIK-R, PIK-M (BKKBN), PKPR (Kemenkes), Youth
Center (PKBI), dan kelompok remaja lainnya.
*
Perlu dilakukan survei lebih dalam untuk mengungkap
faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dominan terhadap remaja yang seksual
aktif dalam upaya mencari solusi yang tepat.
*
Gencarnya arus globalisasi yang ditandai mulusnya komunikasi dan
infomasi serta interaksi dan mobilitas manusia nyaris tanpa batas juga
berdampak pada banyaknya bermunculan tempat-tempat hiburan yang sangat berisiko
bagi remaja, sementara masyarakat sudah sangat permisive. Karena itu pemberian
pengetahuan tentang Kespro/Seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS pada remaja
merupakan salah satu upaya proteksi agar
remaja kelak memiliki perilaku seksual yang bertanggung jawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Adioetomo dan
Sulistinah, tth, Need Assessment for Adolescent Reproductive Health Program,
Research Report, Demographic Institute Faculty of Economic University of
Indonesia.
Badan Pusat
Statistik Kalimantan Tengah, 2011, Sensus Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah
tahun 2010, Palangkaraya: BPS Kalteng.
BBC World Service dan IPPF, (2000), Peduli Sex, London.
BKKBN, (2004), Handout Presentasi Fasilitasi untuk Topik
Seksualitas, Buku IIa, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI,
(2009), Pelatihan Intervensi Perubahan Perilaku (IPP) - Paket 1,
Jakarta
Dian Husada, (on line), Konsep
Perilaku Manusia, http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/
p/konsep-perilaku-manusia.html
Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah, 2013, Data HIV-AIDS Propinsi Kalimantan Tengah s.d
November 2013.
Djajadilaga,
dkk, 2007, Langkah-Langkah Praktis Paket Layanan
Kesehatan Reproduksi Esensial di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Edisi kedua, Pusat Kespro FKUI, Jakarta, Ford Foundation.
DKT Indonesia, 2005, Survei
Perilaku Seksual Remaja di Empat Kota Besar, Jakarta: Dkt Indonesia.
Fourseasonnews, (2012),
(online), Pengertian Remaja Menurut WHO, (http://fourseasonnews.
blogspot.com/2012/05/pengertian-remaja-menurut-who.html), diunduh 18 Mei 2014.
Graeme Hugo,
(2001), Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia, ILO, UNDP,
UNAIDS, AusAID
Houseoflunaphi, (online), Perilaku Seksual, (http://houseoflunaphi.blogspot.com/search/label/
Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional, 2009, Angka Estimasi Populasi Kunci di Indonesia
tahun 2009.
Kompas, 2012, (online), Penggunaan Kondom pada Populasi
Kunci Belum Capai, (http://
health.kompas.com/read/2012/12/06/09470970/), diunduh
14 Maret 2013.
Laurike Moeliono dkk,
(2004), Multi Media Materi KRR, Buku-II Fasilitasi KRR, BKKBN, Jakarta.
Lentera Sahaja PKBI DIY, Dorongan Seksual,
Yogyakarta, tth.
Murti, I. R. (2008). Hubungan Antara Frekuensi Paparan
Pornografi Melalui Media Massa Dengan Tingkat Perilaku Seksual Pada Siswa
Smu Muhammadiyah 3 Tahun 2008. Depok: FKM UI.
Nevianyagastha, (2011), (online), Batasan
Remaja Menurut WHO, (http://nevianyagastha.blog
spot.com/2011/07/batasan-remaja-menurut-who.html), diunduh 18 Mei 2014.
Notoatmojo. (2003). Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineta Cipta.
Pelatihan IPP Paket
1-Modul BCI, (2009), Perilaku Berisiko dan Perilaku Aman, Departemen
Kesehatan RI,
Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia, (2010), Penelitian Perilaku Seksual Remaja di 19
Provinsi, Jakarta: PKBI
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, (2007), Kesehatan Reproduksi untuk Remaja Islam, Jakarta, PKBI.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia dan Pemerintah Jepang, (2004), Modul Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orangtua,
Remaja dan Guru SLTP/SMU, Jakarta.
Psikologi Unnes, (2008), (online), Pengertian Sikap dan Perilaku,
(http://psikologi-unnes.blogspot.com/2008/08/pengertian-sikap-dan-perilaku.html)
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Slideshare.net,(online), Sikap dan Perilaku, (http://www.slideshare.net/atone_lotus/sikap-dan-perilaku-psikologi-sosial), diunduh 18 Mei 2014.
Sugiyono,
2009, Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Wikipedia,
(online), Perilaku Manusia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia), diunduh 19 Mei 2014
Yantigobel, Perilaku Seksual Remaja dan Kesehatan
Reproduksi, 2010, (online), (http://yanti gobel.word press.com /tag/ perilaku-seksual-remaja/), diunduh 2 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar