Sabtu, 16 Juli 2016

Policy Brief Pengaruh Pendidikan, Tingkat Pengetahuan Kespro/Seksual dan Sikap Kespro/Seksual Terhadap Perilaku Seks Remaja Serta Upaya Proteksi IMS/HIV Pada Remaja Berisiko di Palangka Raya dan Sampit (Kotim)


Pendahuluan
            Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan social yang sangat pesat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang juga berimplikasi terhadap terjadinya pergeseran norma dan nilai serta gaya hidup mereka (Adioetomo dan Sulistinah). Dahulu remaja diproteksi secara ketat oleh system dalam keluarga, adat-sitiadat, budaya  dan nilai-nilai tradisonal yang ada di masyarakat secara perlahan dan pasti mengalami erosi yang disebabkan oleh gencarnya arus urbanisasi dan industrialisasi. Revolusi teknologi di bidang komunikasi/media semakin membuka cakrawala dunia yang berdampak pada semakin terbukanya keragaman gaya hidup dan informasi termasuk informasi yang tidak bertanggungjawab merasuk kaum remaja tanpa filter. Sebagai konsekuensi logis dari kondisi tersebut berakibat pada semakin meningkatnya kerentanan remaja terhadap berbagai macam patologi sosial seperti pelecehan seksual hingga perkosaan, terlibat narkoba yang berujung free sex dan gonta-ganti pasangan hingga berakibat KTD dan aborsi tidak aman (unwanted pregnancy) serta penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan seksual (IMS) termasuk ancaman terhadap HIV-AIDS.   
Remaja
Ada yang mengatakan bahwa usia remaja adalah usia yang paling menghebohkan dibanding usia-usia lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa masa remaja sebagai masa pemberontakan, masa pancaroba, masa pubertas dan banyak sebutan lainnya. Tidak sedikit orang tua yang khawatir saat anaknya memasuki usia remaja. Seolah citra yang melekat pada remaja ini adalah keras kepala, tidak mau diatur, dan susah diajak bicara. Tapi ada juga yang bilang kalau justru masa remaja inilah masa-masa produktif.
Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/)
Pengetahuan tersebut yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
(1)               Tahu (know), di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
(2)                Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar
(3)               Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
(4)               Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, kemampuan analisis ini dapat dilihat dan penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya.
(5)               Sintesis ( synthesis), adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dan formulasi yang ada.
(6)               Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian di dasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.
Sikap
Sikap adalah respon individu terhadap suatu atau semua objek dan situasi yang tengah dihadapi oleh individu itu sendiri yang menghasilkan tindakan atas dasar dari respon tersebut. Sikap kita senantiasa dipengaruhi oleh orang lain. Sikap kita saat ini bukanlah bawaan dari lahir. Sikap terbentuk dari hasil seseorang berinteraksi dengan yang lainnya dan proses belajar yang panjang. Selama interaksi dan pembelajaran masih berlangsung maka sikap juga akan bisa berubah setiap saat sesuai dengan interaksi dan belajar yang dilakukan Proses Perubahan Sikap (http://www.slideshare.net/atone_lotus/).
Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Menurut Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2003 dalam http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/konsep-perilaku-manusia.html)
Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi atau dalam bahasa Inggris “reproductive health” adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan social kita dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksinya. Pada diri kita tidak ada penyakit atau kelainan yang membpengaruhi proses dan fumgsi reproduksi (PKBI, Kesehatan Reproduksi untuk Remaja Islam, 2007)
Kita dikatakan memiliki reproduksi yang sehat bila:
(1)  Mampu menjaga organ-organ reproduksi dari berbagai perilaku yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab.
(2)  Mampu mempunyai anak/keturunan yang sehat.
(3)  Mampu mengendalikan diri baik secara fisik, mental dan sosial untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum dewasa, sebelum nikah dan di luar nikah.
(4)  Mampu menjalankan kehidupan seksual yang sehat dengan pasangan yang sah.
(5)  Tidak menulari atau tertular penyakit kelamin (infeksi menular seksual).
(6)  Tidak memaksa atau dipaksa oleh pasangan kita, apalagi oleh orang lain.
(7)  Bisa memperoleh informasi dan pelayanan reproduksi yang kita butuhkan.
(8)  Keputusan apapun yang kita ambil seputar masalah reproduksi kita bisa dipertanggungjawabkan.
Seksualitas dan Seks
Seksualitas berasal dari kata seks yang diambil dari bahasa Inggris yakni “sex” berarti jenis kelamin. Sementara seks itu sendiri mempunyai banyak pengertian antara lain adalah jenis kelamin, reproduksi seksual, organ seks, rangsangan/gairah seksual, dan hubungan seks. Sementara yang dimaksud dengan seksualitas adalah “semua yang berhubungan dengan manusia sebagai makhluk seksual”, ia melibatkan emosi, kepribadian, sikap dan lain-lain (BKKBN, 2004). Karena itu seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas di antaranya adalah dimensi bilogis, psikologis, social dan cultural
Resiko yang Dihadapi Remaja
Masa pubertas pada remaja yang diiringi perubahan fisik (terutama alat reproduksi), psikis (terutama emosi) dan sosial (terutama perasaan tertarik dengan lawan jenis) dapat menimbulkan risiko yang berakibat buruk bagi remaja. Adapun resiko yang kemungkinan dihadapi oleh remaja tersebut antara lain adalah: (1) masalah pornografi, (2) tekanan sebaya (peer preasure), (3) narkoba, (4) pacaran, (5) kehamilan tidak diinginkan (KTD), (6) infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia dan Pemerintah Jepang, 2004).
Perilaku Seks
Menurut Simkins (1984), dalam Sarwono (2010), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari membaca buku porno, nonton film porno, perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Murti, 2008). Perilaku seksual dapat didefinisikan sebagai “interaksi antara perilaku prokreatif dengan situasi fisik serta sosial yang melingkunginya”. (Mohammad, 1998 dalam http://houseoflunaphi. blogspot.com/ search/label/),
Perilaku seksual meliputi 4 tahap (Kinsey (1965) dalam Murti, 2008) yaitu: (1) bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan, (2) berciuman (kissing), mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan lidah (deep kissing), (3) bercumbuan (petting), menyentuh bagian-bagian yang sensitif dari tubuh pasangannya dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual, (4) berhubungan kelamin (sexual intercouse).
Perilaku Berisiko
Perilaku berisiko merupakan segala perilaku seksual dan non-seksual yang menimbulkan risiko dan memungkinkan terjadinya penularan IMS, HIV dan AIDS di antaranya adalah berhubungan seks setelah menggunakan narkoba, memiliki banyak pasangan seksual, berhubungan seks dengan orang “baik-baik” tanpa kondom, mulut ke penis (seks oral), mulut ke alat kelamin vagina (seks oral), penis masuk ke anus (seks anal), menggunakan kondom dengan istri atau pasangan tetapi tidak dengan yang lain, menggunakan kondom dengan yang lain tetapi tidak dengan istri atau pasangan, berhubungan seks dengan penjaja seks komersial tanpa kondom, mentatto tubuh, mendonorkan darah, bergantian jarum pada kelompok pecandu NAPZA suntik (penasun). (Depkes, 2009)
Proteksi terhadap IMS dan HIV
Mengapa IMS perlu dihindari, karena jika tidak beberapa factor akan muncul yang sangat berpengaruh pada penderita antara lain munculnya: (1) dampak fisik maupun psikologis yang besar, (2) tidak bahagia (hubungan tidak harmonis), (3) IMS yang tidak diobati dapat menyebabkan kemandulan dan masalah lain terkait dengan kehamilan, kelahiran dan bayi, (4) beban sakit yang dipanggul perempuan (kerentanan sosial dan biologis), (5) menyebabkan sakit pelvic kronis pada perempuan, (6) IMS meningkatkan transmisi HIV.
Keterkaitan IMS dengan HIV sangat erat karena: (1) perilaku sama bisa menularkan IMS dan HIV, (2) mereka yang menderita IMS lebih berisiko terinfeksi HIV (borok/bisul  40 kali & cairan 10 kali) dari pasangan yang positif HIV, (3) mereka yang mengidap HIV & IMS lebih cenderung menularkan HIV ke pasangan yang negative, (4) kalau seseorang mengidap IMS maka dia berisiko untuk mendapatkan HIV lebih besar sebesar 3 – 10 kali (risiko biasa sebesar 1:1000, namun dengan IMS kemungkinanya adalah 1:10).
Lima cara pokok untuk mencegah penularan IMS dan HIV yakni dikenal dengan istilah A, B, C, D, E, yaitu: A: Abstinence (absen seks sangat berhasil mencegah IMS dan HIV), B: Be Faithfull (setia dengan pasangan), C: Condom (gunakan kondom secara benar dan konsisten), D: No Drugs (jauhi narkoba terutama narkoba suntik), E: Education (pendidikan kespro dan seksual) (BKKBN, 2004: 66). Di samping itu cara pencegahan lain yang tidak kalah pentingnya terutama bagi mereka yang berperilaku berisiko adalah memeriksakan atau penapisan IMS dan periksa sampel darah untuk mengetahui HIV melalui voluntary counseling and testing (VCT) secara rutin dan berkala.
Kaitan Pendidikan/Pengetahun, Sikap, dan Perilaku
Faktor pendidikan, pengetahuan yang didapat seseorang dari belajar dan pengalaman akan menentukan sikap (attitude) seseorang. Sikap dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman. Sikap seseorang juga dapat berubah akibat bujukan (pengaruh lingkungan), hal ini bisa terlihat saat iklan atau kampanye mempengaruhi seseorang. Sementara perilaku merupakan ejawantah dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki seseorang yang diekspresikan dalam bentuk tindakan. 

Kesimpulan
*        Tingkat pengetahuan remaja tentang Kespro/Seksual termasuk IMS & HIV-AIDS sebagian besar berada pada level “sedang” (85%), sedangkan yang berada pada level “tinggi” (7%) dan level “rendah” (8%).
*        Beberapa penyebab belum maksimalnya tingkat pengetahuan remaja tentang Kespro/Seksual termasuk IMS & HIV-AIDS tersebut antara lain dipengaruhi oleh: (1) tingkat pendidikan remaja, (2) beberapa indikator pengetahuan masih rancu di kalangan remaja khususnya tentang “mitos” kespro/seksual, dan minimnya pengetahuan tentang HIV-AIDS.
*        Rendahnya pengetahuan remaja tentang kespro/seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS berakibat pada sikap yang keliru terhadap kespro/seksual khususnya menyangkut HIV-AIDS yang memunculkan masih kentalnya “stigma” dan diskriminasi terhadap Odha di kalangan remaja.
*        Karena itu hasil survei menunjukkan sikap remaja tentang kespro/seksual termasuk IMS & HIV-AIDS sebagian besar berada pada level “sedang” (61%), menyusul level “rendah” (34%) dan level “tinggi” (5%).
*        Perilaku berisiko seksual remaja ternyata hanya sedikit pengaruhnya dari tingkat pendidikan remaja, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor tingkat pengetahuan remaja tentang kesepro/seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS.
*        Terbukti hanya sedikit remaja dengan tingkat pengetahuan pada level “tinggi” melakukan hubungan seks pra-nikah, sementara tingkat pengetahuan pada level “sedang” justru mendominasi para remaja sebagai seksual aktif.
*        Demikian pula dengan sikap, ternyata cukup berpengaruh terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja. Sangat kecil proporsi remaja dengan sikap pada level “tinggi” terhadap kespro/seksual termasuk IMS & HIV-AIDS yang telah melakukan hubungan seksual pra-nikah, namun mereka justru lebih banyak berada pada level sikap “sedang”.
*       Perilaku seksual sebanarnya tidak dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pendidikan, pengetahuan yang dimiliki, dan sikap yang ada. Artinya bahwa perilaku seksual remaja tidak tergantung pada tingkat pendidikan mereka, pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual mereka, maupun sikap terhadap kesehatan reproduksi dan seksual mereka. Jadi dengan kata lain ada variabel lain yang harus dicari yang berpengaruh pada perilaku seksual remaja.
*        Namun demikian bahwa variabel pendidikan memiliki hubungan secara linier dengan perilaku seksual remaja.
*        Pendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap upaya proteksi diri dari IMS dan HIV-AIDS dalam melakukan hubungan seks. Bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar pula kesadaran diri untuk melakukan proteksi dalam melakukan hubungan seks. Proteksi ini diartikan dalam bentuk penggunaan kondom, memeriksakan diri terhadap kecurigaan gejala awal IMS dan HIV.
*        Sedangkan pengetahuan dan sikap tidak memiliki korelasi yang berarti dalam upaya proteksi diri terhadap IMS dan HIV dalam melakukan hubungan seks.

Rekomendasi
*        Perlu meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar sektor terkait, LSM, dan lebaga lainnya dalam upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang kespro/seksual khususnya IMS dan HIV-AIDS karena pada tahun 2015 sesuai tujuan MDGs paling tidak 90% remaja sudah memiliki “pengetahuan komprehensif HIV-AIDS”.
*        Pemberian pengetahuan HIV-AIDS ke depan lebih ditekankan pada masalah  “fakta” untuk menangkal “mitos” kespro/seksual dan upaya menghapus “stigma” serta “diskriminasi” terhadap ODHA.
*        Lembaga pendidikan terutama sekolah formal paling strategis dalam upaya pemberian informasi tentang muatan kespro/seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS dengan “pendekatan integrated” dari beberpa mata pelajaran melalui guru-guru yang sudah dilatih, dan melalui kelompok remaja peduli masalah Kespro/Seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS seperti PIK-R, PIK-M (BKKBN), PKPR (Kemenkes), Youth Center (PKBI), dan kelompok remaja lainnya.
*        Perlu dilakukan survei lebih dalam untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dominan terhadap remaja yang seksual aktif dalam upaya mencari solusi yang tepat.
*        Gencarnya arus globalisasi yang ditandai mulusnya komunikasi dan infomasi serta interaksi dan mobilitas manusia nyaris tanpa batas juga berdampak pada banyaknya bermunculan tempat-tempat hiburan yang sangat berisiko bagi remaja, sementara masyarakat sudah sangat permisive. Karena itu pemberian pengetahuan tentang Kespro/Seksual termasuk IMS dan HIV-AIDS pada remaja merupakan salah satu upaya proteksi  agar remaja kelak memiliki perilaku seksual yang bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo dan Sulistinah, tth, Need Assessment for Adolescent Reproductive Health Program, Research Report, Demographic Institute Faculty of Economic University of Indonesia.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Tengah, 2011, Sensus Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010, Palangkaraya: BPS Kalteng.
BBC World Service dan IPPF, (2000), Peduli Sex, London.
BKKBN, (2004), Handout Presentasi Fasilitasi untuk Topik Seksualitas, Buku IIa, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, (2009), Pelatihan Intervensi Perubahan Perilaku (IPP) - Paket 1, Jakarta
Dian Husada, (on line), Konsep Perilaku Manusia, http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/ p/konsep-perilaku-manusia.html
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, 2013, Data HIV-AIDS Propinsi Kalimantan Tengah s.d November 2013.
Djajadilaga, dkk, 2007, Langkah-Langkah Praktis Paket Layanan Kesehatan Reproduksi Esensial di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Edisi kedua, Pusat Kespro FKUI, Jakarta, Ford Foundation.
DKT Indonesia, 2005, Survei Perilaku Seksual Remaja di Empat Kota Besar, Jakarta: Dkt Indonesia.
Fourseasonnews, (2012), (online), Pengertian Remaja Menurut WHO, (http://fourseasonnews.
Graeme Hugo, (2001), Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia, ILO, UNDP, UNAIDS, AusAID
Houseoflunaphi, (online), Perilaku Seksual, (http://houseoflunaphi.blogspot.com/search/label/
Kerespro, (online), Kesehatan Reproduksi, (http://www.kesrepro.info/), diunduh 13 Maret 2013.  
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2009, Angka Estimasi Populasi Kunci di Indonesia tahun 2009.
Kompas, 2012, (online), Penggunaan Kondom pada Populasi Kunci Belum Capai, (http:// health.kompas.com/read/2012/12/06/09470970/), diunduh 14 Maret 2013.
Laurike Moeliono dkk, (2004), Multi Media Materi KRR, Buku-II Fasilitasi KRR, BKKBN, Jakarta.
Lentera Sahaja PKBI DIY, Dorongan Seksual, Yogyakarta, tth.
Murti, I. R. (2008). Hubungan Antara Frekuensi Paparan Pornografi Melalui Media Massa Dengan Tingkat Perilaku Seksual Pada Siswa Smu  Muhammadiyah 3 Tahun 2008. Depok: FKM UI.
Nevianyagastha, (2011), (online), Batasan Remaja Menurut WHO, (http://nevianyagastha.blog
Notoatmojo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineta Cipta.
Pelatihan IPP Paket 1-Modul BCI, (2009), Perilaku Berisiko dan Perilaku Aman, Departemen Kesehatan RI,
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, (2010), Penelitian Perilaku Seksual Remaja di 19 Provinsi, Jakarta: PKBI
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, (2007), Kesehatan Reproduksi untuk Remaja Islam, Jakarta, PKBI.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia dan Pemerintah Jepang, (2004), Modul Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orangtua, Remaja dan Guru SLTP/SMU, Jakarta.
Psikologi Unnes, (2008), (online), Pengertian Sikap dan Perilaku, (http://psikologi-unnes.blogspot.com/2008/08/pengertian-sikap-dan-perilaku.html)
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Slideshare.net,(online), Sikap dan Perilaku, (http://www.slideshare.net/atone_lotus/sikap-dan-perilaku-psikologi-sosial), diunduh 18 Mei 2014.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Universitas Sumatera Utara, (online), (http://repository.usu.ac.id/ ) diunduh 2 Mei 2014.
Wikipedia, (online), Perilaku Manusia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia), diunduh 19 Mei 2014
Yantigobel, Perilaku Seksual Remaja dan Kesehatan Reproduksi, 2010, (online), (http://yanti gobel.word press.com /tag/ perilaku-seksual-remaja/), diunduh 2 Mei 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar